A.
Mazhab
Iqtishaduna
Berkaitan
dengan ekonomi, Baqir as-Sadr telah membuat konsep ekonomi melalui bukunya yang
fenomenal: Iqtishaduna (ekonomi kita) yang kemudian menjadi
mazhab tersendiri. Menurut mahzab ini, ilmu ekonomi tidak pernah bisa sejalan
dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan
pernah disatukan. Sebab, kedudukannya berasal dari filosofi yang saling
kontradiktif. Yang satunya anti Islam, satu lainnya Islam.
Menurutnya, perbedaan filosofi akan berdampak pada perbedaan cara pandang
keduanya dalam melihat masalah ekonomi. Menurut teori ekonomi, masalah ekonomi
muncul karena adanya keinginan manusia yang tidak terbatas. Sementara sumber
daya yang tersedia untuk memuaskan keinginan manusia tersebut jumlahnya
terbatas. Mazhab Baqir menolak pernyataan ini, sebab Islam tidak mengenal
adanya sumber daya yang terbatas. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur’an: “Sesungguhnya
telah Kami ciptakan segala sesuatu dalam ukuran yang setepat-tepatnya.” (Q.S.
Al-Qomar ayat 49)
Mazhab Baqir berpendapat bahwa masalah ekonomi muncul karena adanya
distribusi yang tidak merata dan adil sebagai akibat sistem ekonomi yang
membolehkan eksploitasi pihak yang kuat terhadap pihak yang lemah. Yang kuat
memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat kaya. Sementara,
yang lemah tidak memiliki akses terhadap sumber daya sehingga menjadi sangat
miskin. Karena itu, masalah ekonomi muncul bukan karena sumber daya yang
terbatas, tetapi karena keserakahan manusia yang tidak terbatas.
Menurut mereka iqtishadi bukan sekedar terjemahan dari ekonomi. Iqtishad
berasal dari kata bahasa arab qasd yang secara harfiah berarti “ekuilibrium”
atau “keadaan sama”, seimbang atau pertengahan. Mahzab ini berusaha untuk
menusun teori-teori baru dalam ekonomi yang langsung digali dan dieduksi dari
Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Menurut Baqir as-Sadr, ekonomi Islam adalah mazhab, bukan ilmu. Beliau
beranggapan demikian karena melihat adanya perbedaan antara mazhab dan ilmu.
Dimana ilmu ekonomi dan mazhab ekonomi berbeda dalam tujuan. Tugas ilmu ekonomi
adalah untuk menemukan fenomena eksternal kehidupan ekonomi. Sedangkan tugas
mazhab ekonomi menyusun suatu sistem berdasarkan keadilan sosial yang sanggup
mengatur kehidupan ekonomi umat manusia. Ilmu mencakup realitas lahirlah dan
mazhab membawa keadilan sosial ke dalamnya.
Beberapa Pandangan Ekonomi Menurut Muhammad Baqir
al-Sadr
1.
Hubungan Milik
Sadr memandang sistem ekonomi
Islam memiliki format kepemilikan bersama yang berbeda. Menurutnya, format
kepemilikan tersebut ada dua yakni kepemilikan pribadi dan kepemilikan
perusahaan secara bersama; (i) Kepemilikan publik, (ii) milik Negara.
Kepemilikan pribadi terbatas
pada hak memetik hasil, prioritas dan hak berguna untuk menghentingkan orang
lain dari penggunaan milik seseorang. Dalam prakteknya tidak ada kepemilikan
pada individu. Hal ini, sama dengan pendapat Taleghani yang membedakan antara
kepemilikan (hanya Allah semata) dan pemilikan (yang dapat diwarisi kepada
individu).
Perbedaan antara kepemilikan
publik dan negara adalah sebagian besar dalam penggunaan properti tersebut.
Tanah negara harus digunakan untuk kepentingan orang banyak (seperti rumah
sakit atau sekolah). Sedangkan milik negara tidak hanya kepentingan semua, akan
tetapi untuk kepentingan masyarkat tertentu, jika negara telah memutuskan.
Walaupun sulit membuat pengertian operasional dari perbedaan tersebut,
perbedaan ini mencegah total monopoli yang diputuskan oleh suatu negara. Selain
itu, dalam pembagian mengenai sumber alam menjadi norma milik negara, kepemilikan
pribadi dapat dicapai oleh pekerjaan atau tenaga kerja. Hal ini, sesuai jika
pekerjaan berhenti maka kepemilikan akan hilang.
Sadr hampir menyandarkan
seluruh kepercayannya pada kepemilikan negara, karenanya ia menempatkan
otomatis lebih besar kepada kekuasaan negara.
2.
Pengambilan Keputusan,
Alokasi Sumber dan Kesejahteraan Publik: Peranan Negara
Fakta bahwa kepemilikan oleh negara mendominasi sistem ekonomi Islamnya
Sadr menunjukkan betapa pentingnya peranan negara. Negara, yang diwakili oleh wali-e
amr memiliki tanggung jawab yang lebih besar untuk menegakkan keadilan. Hal
itu dapat dicapai melalui berbagai fungsi:
a.
Distribusi
sumber daya alam kepada para individu didasarkan pada kemauan dan kapasitas
kerja mereka.
b.
Implementasi aturan agama dan hukum terhadap
penggunaan sumber.
c.
Menjamin keseimbangan sosial.
3.
Larangan Terhadap Riba
dan Pelaksanaan Zakat
Sadr tidak banyak
mendiskusikan riba. Penafsirannya mengenai riba terbatas pada uang modal.
Sedangkan mengenai pelaksanaan zakat, Sadr memandang hal ini merupakan tugas
sebuah negara. Selain itu, dia juga mendiskusikan khums, pajak, fay’dan
amfal, yang dapat dikumpulkan dan dibelanjakan untuk mengurangi kemiskinan
dan menciptakan keseimbangan sosial.
Salah satu poin menarik yang
Sard ciptakan adalah fokus ekslusif kepada kaum miskin. Target Sadr adalah
terciptanya keseimbangan sosial dengan tidak mengarah pada keseimbangan standar
hidup antara si miskin dan si kaya. Para sarjana muslim setuju bahwasanya harus
ada standar kehidupan tertentu yang dapat mempertimbangkan standar minimum.
Pengaturan mengenai standar ini tidak berarti berhenti untuk mengurangi jarak
atau jurang standar kehidupan, sebab seorang mempunyai kesamaan standar hidup.
Dalam mengatur aktifitas
ekonomi, banyak contoh diberi oleh Sadr.
a.
Lahan kosong dpat didistribusikan dan
dimanfaatkan
b.
Larangan Islam yaitu: menempati lahan kosong
dengan kekerasan.
c.
Prinsip tidak ada pekerjaan, tidak ada
keuntungan
d.
Larangan riba
e.
Larangan tiak produktif, seperti perjudian
f.
Larangan yang aktivitasnya mengalihkan perhatian
dari Tuhan
g.
Penuturan dan mengecek manipulasi dlam pasar
h.
Larangan pemborosan.
4.
Distribusi
Hampir sepertiga dari bukunya
iqthishaduna dipakai untuk membahas distribusi dan hak kepemilikan. Sadr
membagi pembahasannya menjadi dua bagian, yakni distirbusi sebelum produksi (pre-production
distribution) dan sesudah produksi (post- production distribution).
a.
Pre-production
· Tanah (dan sumber daya lain) diperuntukkan bagi semua orang melalui negara.
· Hak pakai dan prioritas penggunaan dapat diperoleh melalui kerja dan
kebutuhan.
· Tenaga kerja ekonomi adalah sumber kepemilikan oleh swasta.
· Tenaga kerja ekonomi adalah sumber kepemilikan hasil kerja.
·
Penyewaan dan sharecopping yang terbatas
(bagi pemilik tanah disebabkan oleh dibatasinya luas tanah yang boleh
dimiliki).
b.
Pro-production
· Manusia (tenaga kerja) adalah faktor produksi yang paling penting.
-Memiliki hasil kerja
-Dalam keadaan khusus dapat menggaji orang dan membayar upahnya
-Membayar imbalan bagi pemilik faktor produksi lainnya
· Faktor produksi
-Tenaga
kerja -- upah atau profit share
-Tanah –
Upah atau bagi hasil tanam
-Modal –
Bagian laba
-Entrepreneur
– Bagian laba
·
Risiko dan inflasi bukan alasan untuk
mendapatkan bunga dari modal yang dipinjamkan.
5.
Produksi
Sadr membedakan dua aspek
produksi sebagaimana ia membedakan dua aspek ilmu ekonomi. Pertama adalah aspek
objektif atau aspek ilmiah yang berhubungan dengan sisi teknis dan
‘ekonomis’ seperti alat-alat analisis yang digunakan (capital/ labor ratio),
hukum-hukum produksi, fungsi biaya, dsb. Namun ia lebih suka melihat pertanyaan
dasar mengenai apa yang hendak diproduksi (what), bagaimana memproduksinya
(how) dan untuk siapakah sesuatu produk itu diproduksi (for whom) dengan
merujuk pada aspek kedua produksi, yakni aspek subjektif atau doktrin.
Apa yang hendak diproduksi (what), bagaimana memproduksinya (how) dan untuk
siapakah sesuatu produk itu diproduksi (for whom) dibimbing oleh ajaran Islam
mengenai barang-barang yang halal dan berbagai kategri barang seperti barang
perlu (necessities).
·
Aspek Objektif/ Ilmiah
Perundangan, alat analisis,
dan bimbingan teknis
·
Aspek Subjektif/ Doktrin
-Pedoman umum nilai-nilai
Islam – Memengaruhi perilaku dan motivasi
-Perencanaan dan regulasi
negara – Produksi barang-barang kebutuhan dasar, dengan
penyeliaan yang lebih banyak, bukan keterlibatan langsung di dalam produksi.
Mazhab kedua
ini berbeda pendapat dengan mazhab pertama. Mazhab yang lebih dikenal dengan
mazhab mainstream ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena
sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak
terbatas.
Memang benar
misalnya, bahwa total permintaan dan penawaran beras di seluruh dunia berada
pada titik ekuilibrium. Namun, jika kita berbicara pada tempat dan waktu
tertentu, maka sangat mungkin terjadi kelangkaan sumber daya. Bahkan ini yang
sering kali terjadi. Suplai beras di Ethiopia dan Bangladesh misalnya tentu
lebih langka dibandingkan di Thailand. Jadi keterbatasan sumber daya memang ada,
bahkan diakui pula oleh Islam. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur’an surat
Al-Baqarah ayat 155:
وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ
بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَوفْ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الأَمَوَالِ وَالأنفُسِ
وَالثَّمَرَاتِ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ
“Dan sungguh
akan Kami uji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa,
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira bagi orang-orang yang sabar.”
Sedangkan keinginan manusia yang
tidak terbatas dianggap sebagai hal yang alamiah. Dalil yang dipakai adalah Al-Qur’an
surat At-Takatsur ayat 1-5:
أَلْهَاكُمُ
التَّكَاثُرُ (1) حَتَّى زُرْتُمُ الْمَقَابِرَ (2) كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (3)
ثُمَّ كَلَّا سَوْفَ تَعْلَمُونَ (4)
كَلَّا لَوْ
تَعْلَمُونَ عِلْمَ الْيَقِينِ (5)
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu. Sampai kamu masuk ke
liang kubur. Janganlah begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu
itu).”
Dan sabda Nabi Muhammad SAW. bahwa
manusia tidak akan pernah puas. Bila diberikan emas satu lembah, ia akan
meminta emas dua lembah. Bila diberikan dua lembah, ia akan meminta tiga lembah
dan seterusnya sampai ia masuk kubur.
Dengan
demikian, pandangan mazhab ini tentang masalah ekonomi hampir tidak ada bedanya
dengan pandangan ekonomi konvensional. Kelangkaan sumber dayalah yang menjadi
penyebab munculnya masalah ekonomi.
Perbedaan
mazhab ini dengan ekonomi konvensional adalah dalam penyelesaian masalah
ekonomi tersebut. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa masalah
kelangkaan ini menyebabkan manusia harus melakukan pilihan. Dalam ekonomi
konvensional, pilihan dan penentuan skala prioritas dilakukan berdasarkan
selera pribadi masing-masing tidak peduli apakah itu bertentangan dengan norma
serta nilai agama ataukah tidak. Dengan kata lain pilihan dilakukan berdasarkan
tuntutan nafsu semata (Homo economicus). Sedangkan dalam ekonomi Islam,
penentuan pilihan tidak bisa seenaknya saja, sebab semua sendi kehidupan kita
telah diatur oleh Al-Qur’an dan Sunnah. Sebagai manusia ekonomi Islam (Homo
islamicus) harus selalu patuh pada aturan-aturan syariah yang ada.
Sesuai
dengan namanya, maka mazhab pemikiran ekonomi Islam ini mendominasi khasanah
pemikiran ekonomi Islam di seluruh dunia. Meluasnya mazhab ini dipengaruhi
oleh beberapa hal, yaitu:
1.
Secara umum
pemikiran mereka relatif lebih moderat jika dibandingkan dengan mazhab
lainnya sehingga lebih mudah diterima
masyarakat.
2.
Ide-ide
mereka banyak ditampilkan dengan cara-cara ekonomi konvensional, misalnya
menggunakan economic modeling dan
quantitative methods sehingga mudah dipahami oleh
masyarakat luas. Sebenarnya hal ini
tidak mengherankan, sebab para pendukung mazhab ini
kebanyakan memiliki latar belakang
pendidikan ekonomi konvensional, di samping
penguasaan ilmu keislaman yang memadai.
Banyak diantara mereka telah menempuh
pendidikan dengan jenjang tinggi dan
tetap beraktivitas ilmiah di negara-negara Barat,
misalnya Umar Chapra, Muhammad
Nejatullah Siddiqi, dan Muhammad Abdul Mannan.
3.
Kebanyakan
tokoh merupakan staf, peneliti, penasehat, atau setidaknya memiliki jaringan
erat dengan lembaga-lembaga regional
dan internasional yang telah mapan seperti Islamic
Development Bank (IDB), International
Institute of Islamic thought (III T), Islamic
research and Training Institute (IRTI), dan Islamic
Foundation pada beberapa universitas
maju. Lembaga-lembaga ini memiliki
jaringan kerja yang luas didukung dengan pendanaan
yang memadai, sehingga dapat
mensosialisasikan gagasan ekonomi Islam dengan lebih
baik. Bahkan, gagasan ekonomi Islam
diimplementasikan dalam kebijakan ekonomi yang
nyata, sebagaimana yang dilakukan oleh
IDB dalam membantu pembangunan di negara-
negara muslim.
Tokoh-tokoh
mazhab ini antara lain adalah Umer Chapra, Metwally, MA Mannan, MN Siddiqi, dan
lain-lain. Mayoritas mereka adalah pakar ekonomi yang belajar serta mengajar di
universitas-universitas Barat, dan sebagian besar diantara mereka adalah ekonom
Islamic Development Bank (IDB). Mazhab ini tidak pernah membuang
sekaligus teori-teori ekonomi konvensional ke keranjang sampah. Salah seorang
tokoh mazhab ini Umer Chapra mengatakan bahwa usaha pengembangan ekonomi Islam
bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis yang baik dan sangat berharga
yang telah dicapai oleh para ekonom konvensional. Yang bermanfaat diambil, yang
tidak bermanfaat dibuang, sehingga terjadi suatu proses transformasi keilmuan
tang diterangi dan dipandu oleh prinsip-prinsip syariah Islam. Keilmuan yang
saat ini berkembang di dunia Barat pada dasarnya merupakan pengembangan
keilmuan yang dikembangkan oleh para ilmuan muslim pada era dark ages,
sehingga bukan tak mungkin ilmu yang berkembang sekarang pun masih ada beberapa
yang sarat nilai karena merupakan pengembangan dari pemikiran ilmuan muslim
terdahulu.
Mengambil
hal-hal yang baik dan bermanfaat yang dihasilkan dari bangsa dan budaya
non-Islam sama sekali tidaklah diharamkan. Nabi bersabda bahwa hikmah/ilmu itu
bagi umat Islam ibarat barang yang hilang. Dimana saja ditemukan, maka umat
Muslimlah yang paling berhak mengambilnya. Catatan sejarah umat Muslim
memperkuat hal ini. Para ulama dan ilmuan Muslim banyak meminjam ilmu dari
peradaban lain, seperti Yunani, India, Persia, dan China yang bermanfaat
diambil dan yang tidak bermanfaat dibuang, sehingga transformasi ilmu dengan
diterangi cahaya Islam.
Umar Chapra
Umar Chapra lahir pada tanggal 1
Februari 1933 di Pakistan Arab Saudi. Beliau terkenal dengan kontribusinya
mengenai perkembangan ekonomi Islam selama 3 dekade. Beliau sangat dihormati
atas pandangan dan pendekatan ilmiahnya. Kontribusi yang paling terkemuka yaitu
dalam 3 bukunya : Kearah Sistem Moneter yang Adil (1985), Islam dan Tantangan Ekonomi
(1992), dan Masa Depan Ekonomi: Suatu Perspektif Islam (2000).
Menurut Umar Chapra, ilmu ekonomi konvensional yang selama ini mendominasi
pemikiran ilmu ekonomi modern, telah menjadi sebuah disiplin ilmu yang sangat
maju dan bahkan terdepan. Dampak yang lebih mengaggumkan lagi dari akselerasi
perkembangan di negara-negara industri Barat adalah tersedianya sumber-sumber
kajian yang substansial bagi para pakar untuk membantu program riset mereka.
Lain halnya dengan ilmu ekonomi islam. Ilmu ekonomi dengan perspektif islam ini
baru menikmati kebangkitannya pada tiga atau empat dekade terakhir ini.
Tiga konsep penting yang menjadi pilar-pilar dasar
ilmu ekonomi konvensional adalah:
1.
Rational Economic Man. Sangat
dipengaruhi oleh asumsi tingkah laku yang rasional.
2.
Positivisme. Mengesampingkan peran nilai moral sebagai alat filterisasi dalam alokasi
dan
distribusi
sumber daya.
3.
Hukum Say. Menyebutkan bahwa sebagaimana alam semesta ilmu ekonomi akan berjalan
secara baik
apabila dibiarkan secara lepas sekehendaknya.
A.
Kapitalisme
Struktur ekonomi kapitalisme adalah
struktur bersaing. Karena persaingan dapat menyebabkan suatu proses seleksi
alam dan dengannya setiap individu dapat mencapai tingkat dalam posisi yang
paling mampu untuk didudukinya. Oleh karena itu campur tangan pemerintah tidak
diperlukan untuk memantapkan persaingan dan pasar secara teratur serta untuk
menutup kerugian pasar dalam menjual barang-baranhg kebutuhan umum. Biarkan saja
perekonomian berjalan dengan sendirinya tanpa campur tangan pemerintah.
Intervensi pemerintah hanya bisa diterima jika terdapat kebutuhan untuk
menghilangkan distorsi, menjamin proses persaingan, mengatur pasar dan
menyelesaikan kesalahan proses penyediaan kebutuhan-kebutuhan publik.
B.
Sosialisme
Kaum sosialis menganggap pemilikan
pribadi dan sistem upah sebagai sumber kejahatan dan menekankan bahwa keadilan
tidak dapat diberikan kepada si miskin tanpa mensosialisasikan pemilikan
pribadi dalam berbagai tingkatan.
Konsep prinsip dalam analisis Marx
tentang sosialisme adalah ‘alienasi’ atau keterasingan yang timbul dalam suatu
masyarakat kapitalis sebagai akibat dari eksploitasi kaum proletar oleh kaum
borjuis. Alienasi akan hilang jika masyarakat bebas kelas telah ditegakkan dan
Negara telah semakin lemah setelah melalui berbagai thapan proses
sejarah. Satu-satunya cara mengakhiri alienasi adalah menghapuskan
kepemilikan pribadi sebagai penyebab utamanya.
Akan tetapi, strategi Marxis tentang
kepemilikan negara atas seluruh sarana produksi dan perencanaan pada praktiknya
telah terbukti salah tempat karena beberapa kelemahan dalam penalarannya.
Pertama, ia secara diam-diam
mengasumsikan bahwa setelah pengenalan sosialisme, manusia yang sama dalam
kapasitasnya sebagai konsumen, pekerja, manajer perusahaan dan pegawai
pemerintah, akan selalu didorong untuk melakukan yang terbaik dalam rangka
kebaikan sosial tanpa memperhatikan kepentingan pribadinya.
Kedua, diasumsikan bahwa mesin
kekuasaan Negara akan dijalankan oleh sekelompok orang yang kepentingannya
selaras dengan kepentingan seluruh masyarakat. Hal ini, tidak dibenarkan karena
Negara tidak terlepas dari pluralitas kepentingan dan hak-hak istimewa yang
timbul dari faktor-faktor semisal kedudukan dalam struktur kekuasaan, bangsa
dan kawasan geografis.
Ketiga, diasumsikan bahwa mesin
perencanaan pusat akan melengkapi semua informasi mengenai preferensi konsumen,
biaya produksi dan harga yang perlu untuk pengambilan berbagai keputusan. Namun
informasi demikian tidak ada. Tidak mungkin informasi sedemikian dapat dimiliki
tanpa ada interaksi bebas dari penawaran dan permainan pasar.
Keempat, diasumsikan bahwa subsidi
umumyang besar, yang diimplikasikan dalam sistem penentuan harga di soviet akan
menguntungkan si miskin. Namun pada kenyataannya hal ini malah menguntungkan si
kaya, pada sisi lain ia menyiksa para petani yang memperoleh harga rendah dari
produk mereka dan insentifnya untuk bekerja secara efisien.
C.
Negara sejahtera
Filsafat Negara sejahtera mengakui
full employment dan distibusi pendapatan kekayaan yang adil sebagai bagian dari
tujuan pokok Negara. Hal ini menuntut, peran Negara yang lebih aktif dalam
bidang ekonomi dibandingkan perannya dibawah paham kapitalisme. Laisezz faire
atau bahkan teori Keynes. Hal ini dapat dilaksanakanmelalui enam perangkat
neagar sejahtera sebagai berikut :
1.
Regulasi
2.
Nasionalisasi
3.
Gerakan buruh
4.
Kebijakan fiscal
5.
Pertumbbuhan yang tinggi
6.
Full employment
Walaupun tujan-tujuan Negara
sejahtera berperikemanusiaan, namun ia tidak bisa membangun strategi yang
efektif untuk mencapai tujuannya.problem ini muncul karena Negara sejahtera
menghadapi kekurangan sumber sebagaimana yang dihadapi oleh Negara-negara lain.
Apabila Negara sejahtera meningkatkan pemanfaatannya atau sumber-sumber daya
itu melalui pelayanan kesejahteraan, ia harus menurunkan pemanfaatan lain
ke atas sumber-sumber daya.
D.
Ilmu ekonomi islam
Prinsip-prinsip Paradigma Islam
a. Rational Economic Man
Tingkah laku rasional dalam islam
bertujuan agar mampu mempergunakan sumber daya karunia Allah dengan cara yang
dapat menjaminkesejahteraan duniawi individu. Bukan kekayaan atau kemiskinan.
b. Positivisme
Seluruh sumber daya adalah amanah
dari Allah dan manusia akan diminta pertanggungjawabannya.
c. Keadilan
Harun Ar-rasyid mengatakan bahwa
memperbaiki kesalahan dengan menegakkan keadilan dan mengikis ketidakadilan
akan meningkatkan pendapatan pajak, mengekskalasi pembangunan Negara, serta akan
membawa berkah yang menambah kebajikan di akhirat.
d.
Pareto optimum
Dalam islam penggunaan sumber daya
yang paling efisien diartikan dengan maqashid. Setip perekonomian dianggap
telah mencapai efisiensi yang optimum bila telah menggunakan seluruh potensi
sumber daya manusia dan materi yang terbatas sehingga kualitas barang dan jasa
maksimum dapat memuaskan kebutuhan.
e. Intervensi Megara
Al-Mawardi telah mengatakann bahwa
keberadaan sebbuah pemerintahan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mencegah
kedzaliman dan pelanggaran. Nizam al-Mulk menyebutkan bahwa tugas dan tanggung
jawab Negara atau penguasa adalah menjamin keadilan dan menjalankan segala
sesuatu yang penting untuk meraih kemakmuran masyarakat luas.
Keuangan Publik
a.
Zakat
Zakat merupakan kewajiban religius bagi seorang muslim
sebagaimana shalat, puasa dan naik haji, yang harus dikeluarkan sebagai
proporsi tertentu terhadap kekayaan atau output bersihnya. Hasil zakat ini
tidak bisa dibelanjakan oleh pemerintah sekehendak hatinya sendiri. namun
demikian, pemerintahan islam harus tetap menjaga dan memainkan peranan penting
dalam memberikan kepastian dijalankannya nilai-nilai islam.
Agar zakat memainkan peranannya secara berarti,
sejumlah ilmuan menyarankan bahwa zakat ini seharusnya menjadi suplemen
pendapatan yang permanen hanya bagi orang-orang yang tidak mampu menghasilkan
pendapatan yang cukup melalui usaha-usahanya sendiri. zakat dipergunakan hanya
untuk menyediakan pelatihan dan modal unggulan, baik sebagai kredit yang bebas
bunga ataupun sebagai bantuan untuk membuat mereka mampu membentuk usaha-usaha
kecil sehingga dapat berusaha sendiri.
b.
Pajak lainnya
Sejumlah ulama yang terkenal telah menyadarai hak
pemerintahan islam untuk mendapatkan sumber dananya melalui pajak agar ia mampu
menjalankan fungsinya secara efektif. Al-Qardhawi berpendapat bahwa karena
tanggung jawab pemerintah sangat meningkat sepanjang waktu, “dari mana
pemerintah akan melakukan pembiayaan jika ia tidak diijinkan untuk memungut pajak.”
Dengan demikian, perlu dirancang suatu sistem perpajakan yang disesuaikan
dengan perubahan keadaan. Para cendikiawan menganggap bahwa pajak langsung
lebih memberikan keadilan di dalam pandangan islam. Hasan Al-Banna, al-Qradhawi
dan al-Abbadi menganggap bahwa system pajak yang progressif benar-benar selaras
dengan etos islam, karena sisitem ini membantu mengurangi ketidakmerataan dalam
pendapatan dan kekayaan.
Prinsip Pembalanjaan
Ada enam prinsip umum untuk
membantu memberikan dasar yang rasioanl dan konsisten mengenai belanja publik,
yaitu :
1.
Kriteria utama untuk semua alokasi pengeluaran
adalah kesejahteraan masyarakat.
2.
Penghapusan kesulitan hidup dan penderitaan
harus diutamakan di atas penyediaan rasa
tentram.
3.
Kepentingan mayoritas harus didahulukan di atas
kepentingan otoritas yang lebih sedikit.
4.
Pengorbanan individu dapat dilakukan untuk
menyelamatkan pengorbanan atau kerugian
publik.
5.
Siapapun yang menerima manfaat yang harus
menanggung biayanya.
6.
Sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tidak
dapat terpenuhi juga merupakan suatu
kewajiban untuk pengadaannya.
Beberapa ulama klasik menentang keras pemerintah
berutang karena adanya salah urus dari pembiayaan publik yang lazim terjadi
pada masa mereka. Mereka menetapkan suatu kondisi dimana pemerintah tidak boleh
meminjam kecuali ada ekspektasi mengenai pendapatan yang akan menjamin
pembayaran utangnya kembali. Meski diperbolehkan secara prinsip syariah mencari
pinjamanuntuk membiayai defisit anggaran namun harus dihindarkan.
Kebijakan moneter
Instrument kebijakan moneter
yang terdiri atas enam elemen yaitu:
1.
Target pertumbuhan dalam M dan Mo
2.
Saham Publik Terhadap deposito unjuk (uang
giral)
3.
Cadangan wajib resmi
4.
Pembatas kredit
5.
Alokasi kredit yang beralokasi pada nilai
6.
Teknik yang lain (kontak personal, konsultasi
dan rapat-rapat dengan bank komersial)
Instrument lain yang juga
terdapat dalam literature perbankan islam diantaranya adalah :
1.
Membeli dan
menjual saham dan sertifikasi bagi hasil untuk menggantikan obligasi
pemerintah
dalam operasi pasar.
2.
Rasio pemberian kembali pembiayaan.
3.
Rasio pemberian pinjaman.
3. C. MADZHAB
ALTERNATIF
Timur Kuran
Ia adalah seorang dosen
ekonomi di Southern California University, USA. Pemikirannya bisa ditemukan
dalam tulisan artikel-artikelnya, yaitu; “The Economyc System in
Contemporary Islamic Thought: Interpretation and Assessment”, dalam
International Journal of Middle East Studies Volume 18 tahun 1986, dan “On
The Notion of Economic Justice in Contemporary Islamic Thought”, dalam International
Journal of Middle East Studies Volume 21 tahun 1989.
Mazhab ini mengkritik dua mazhab
sebelumnya Mazhab baqir dikritik sebagai mazhab yang berusaha menemukan teori
baru yang sesungguhnya telah ditemukan oleh orang lain. Sedang mainstream
dilihat sebagai jiplakan dari ekonomi neo-klasik dengan menghilankan unsur riba
serta memasukkan variabel zakat dan niat
Alternatif-Kritis mempunyai pendapat bahwa analitis kritis bukan saja harus
dilakukan terhadap sosialisme dan kapitalisme, tetapi juga tehadap ekonomi
islam itu sendiri.
Dari ketiga mazhab tersebut diatas, pendekatan yang paling sering digunakan
dalam mengkaji ekonomi islam adalah sudut pandang/mazhab mainstream.
Mazhab ini paling lazim digunakan
karena paling realistis dan pada beberapa sektor telah dapat menemukan
teori-teori baru. Selain itu. Beberapa alasan yang diajukan adalah; pertama,
tidak ada suatu cabang ilmu yang hadir dikemudian hari tanpa ada keterkaitan
dengan disiplin ilmu yang telah dikembangkan pada masa sebelumnya. Kedua,
fondasi rancang bangun ekonomi islam sampai saat ini belum sepenuhnya kokoh
dengan berbagai macam teori-teorinya sebagaimana ekonomi konvensional. Ketiga,
kritik yang diarahkan kepada mazhab mainstream bahwa ia hanya sebagai produk
jiplakan neo-klasik menurut penyusun tidak dikatakan benar secara meyakinkan.
Kesimpulan
Mazhab iqtishaduna
dipelopori oleh Baqir As-Sadr dengan bukunya yang fenomenal: Iqtishaduna (ekonomi
kita). Mazhab ini berpendapat bahwa ilmu ekonomi (economics) tidak
pernah bisa sejalan dengan Islam. Ekonomi tetap ekonomi, dan Islam tetap Islam. Keduanya tidak akan pernah
dapat disatukan karena keduanya berasal dari filosofi yang saling kontradiktif.
Yang satu anti-Islam, yang lainnya Islam.
Dari pembahasan diatas telah kita pahami, menurut Baqir as-sadr ekonomi
islam adalah mazhab bukan ilmu. Beliau beranggapan demikian karena melihat
adanya perbedaan antara mazhab dan ilmu. Dimana ilmu ekonomi dan mazhab ekonomi
berbeda dalam tujuan. Tugas ilmu ekonomi adalah untuk menemukan fenomena
eksternal kehidupan ekonomi. Sedangkan tugas mazhab ekonomi menyusun suatu
system berdasarkan keadilan sosial yang sanggup mengatur kehidupan ekonomi umat
manusia. Ilmu mencakup realitas lahiriah dan mazhab membawa keadilan sosial ke
dalamnya.
Mazhab mainstream
berbeda pendapat dengan mazhab pertama. Mazhab yang lebih dikenal dengan
mazhab mainstream ini justru setuju bahwa masalah ekonomi muncul karena
sumber daya yang terbatas yang dihadapkan pada keinginan manusia yang tidak
terbatas. Tokoh-tokoh mazhab ini antara lain adalah Umer Chapra, Metwally, MA
Mannan, MN Siddiqi, dan lain-lain. Mayoritas mereka adalah pakar ekonomi yang
belajar serta mengajar di universitas-universitas Barat, dan sebagian besar
diantara mereka adalah ekonom Islamic Development Bank (IDB).
Berbeda
pendapat dengan mazhab As-Sadr dan justru sependapat dengan mazhab konvensional
dan setuju bahwa masalah ekonomi itu muncul karena terbatasnya sumber daya yang
dihadapkan pada tidak terbatasnya keinginan manusia. Perbedaan pendapat mazhab ini terletak pada cara menyelesaikan masalah
ekonomi tersebut, kalau dalam ekonomi konvensional pilihan dan penentuan skala
perioritas dilakukan berdasarkan selera pribadi masing-masing manusia, tuhan
(agama) boleh dipertimbangkan boleh diabaikan.
Mazhab
ini berpendapat pilihan dan skala perioritas tidak dilakukan semaunya saja,
akan tetapi haruslah selalu sesuai dengan panduan Allah yang terdapat pada Al
Qur’an dan As Sunnah. Mengambil ilmu dan budaya non muslim tidak diharamkan
asal tidak bertentangan dengan Al-Qur’an dan As Sunnah.
Sementara
itu mazhab alternatif yang dimotori oleh Prof. Timur Kuran (Ketua Jurusan
Ekonomi di University of Southern California), Prof. Jomo dan Muhammad
Arif, memandang pemikiran mazhab Baqir Sadr berusaha menggali dan menemukan
paradigma ekonomi Islam yang baru dengan meninggalkan paradigma ekonomi
konvensional, tapi banyak kelemahannya, sedangkan mazhab mainstream merupakan
wajah baru dari pandangan Neo-Klasik dengan menghilangkan unsur bunga
dan menambahkan zakat.